Richard Bharata (kiri) Level Artis Ubisoft Studios
Quote:
KOMPAS.com
— Seri video game Assassin's Creed dari Ubisoft yang kini telah
mencapai judul kelima (Assassin's Creed III) dikenal sebagai permainan
yang menyajikan gameplay terbuka di tengah tempat-tempat historis yang
tervisualisasi dengan indah.
Dalam seri game ini pemain
menjelajahi lokasi-lokasi bersejarah, seperti kota Istanbul pada zaman
Ottoman, Roma dalam masa Renaissance, serta Amerika Serikat sewaktu
dilanda perang saudara. Semuanya ditampilkan dengan detail lingkungan
dan arsitektur yang akurat sesuai era masing-masing.
Untuk
mewujudkan itu semua diperlukan kerja keras yang tidak sedikit, mulai
dari riset sejarah, kunjungan ke lokasi yang sesungguhnya, hingga proses
pengembangan lingkungan dalam game. Nah, di sinilah Richard Wych
Bharata Setiawan, seorang kelahiran Indonesia, memainkan peranannya.
Lulusan
Desain Komunikasi Visual Universitas Trisakti ini menjabat sebagai
Level Artist di studio besar Ubisoft di Montreal, Kanada.
Sebagai
perancang lingkungan game, Richard terlibat dalam pembuatan sejumlah
game dalam seri Assassin's Creed, termasuk Brotherhood dan Revelations
yang merupakan ekspansi dari judul Assassin's Creed II. Dia juga turut
menangani proses desain dalam seri game populer lain bikinan Ubisoft,
yaitu Prince of Persia.
Quote:
Dari lokal ke mancanegara
Richard
tidak serta-merta melompat ke Kanada begitu lulus kuliah. Pria yang
akan segera menikah dalam waktu dekat ini mengawali kariernya sebagai
desainer grafis di Forhet pada 2005. Lebih kurang setahun kemudian, dia
bergabung dengan Matahari Studios—sebuah pengembang game lokal—sebagai
special effects artist.
"Kebetulan, saya lalu dapat informasi
bahwa Ubisoft akan membuka studio di Asia Tenggara," ujar pria yang
mengaku belajar mendesain obyek-obyek dalam game secara otodidak ini.
Salah satu setting lokasi di game Assassins Creed III
Jadilah
Richard mengajukan lamaran sebagai special effects artist. Tetapi,
posisi yang diinginkannya itu ternyata tidak tersedia. Richard lantas
nyemplung sebagai level artist dan modeller di Ubisoft Singapura pada
tahun 2008 silam. Dia adalah salah satu dari dua orang Indonesia yang
tergabung dalam tim awal studio Ubisoft Singapura yang berjumlah 25
orang.
"Ketika itu ada kejadian lucu di mana saya diminta mengisi
form pekerjaan. Saya diberikan laptop, tetapi keyboardnya menggunakan
bahasa Perancis. Lama sekali saya mengisinya karena harus mencari huruf
yang tepat satu per satu, ha-ha-ha," ujar Richard sambil tergelak ketika
mengenang pengalamannya tersebut. Maklum, Ubisoft adalah perusahaan
asal Perancis. Rupanya mereka lupa membawa peralatan yang cocok untuk
kawasan Asia Tenggara.
Tiga tahun bekerja di Singapura, Richard
lantas pindah ke studio utama Ubisoft di Montreal, Kanada, di mana dia
bermukim hingga kini.
Pengalaman Richard menggunakan keyboard
berbahasa Perancis berlanjut dalam bentuk yang berbeda di Montreal
karena bahasa Perancis adalah bahasa utama di kota itu. Richard pun
makin getol belajar bahasa Perancis. "Sekarang sudah tidak kaku lagi
berbahasa Perancis meskipun masih harus banyak belajar," ujarnya.
Quote:
Pekerjaan kolosal
Melihat
tampilan dunia dalam seri game Assassin's Creed yang luas dan begitu
mendetail, dapat dibayangkan bahwa pembuatnya pastilah bekerja keras
untuk merealisasikan lingkungan game dari gambaran konsep yang
ditetapkan sebelumnya.
Di studio Ubisoft, sebagian besar tanggung
jawab ini berada di pundak art director yang memberikan arahan seputar
rancangan game pada sejumlah sub-bagian, termasuk character design dan
level designer yang menjadi atasan Richard.
"Kalau diumpamakan,
level designer membuat 'mangkuk' lingkungan dunia game berikut 'level
box' yang mewakili obyek-obyek dalam dunia game. Level artist seperti
saya kemudian mewujudkan dunia itu sesuai arahan," jelas Richard
mengenai bidang pekerjaannya.
Dari situ, Richard bersama tim
level artist memikirkan kira-kira arsitektur seperti apa yang sesuai
dengan setting game, lalu bekerja membuat obyek-obyek dan lingkungan
dalam game berdasarkan referensi yang didapat berikut limitasi interaksi
dalam game yang ditetapkan oleh programmer.
Kadang proses ini
bisa membuat pusing tujuh keliling. Richard memberi contoh salah satu
level dalam game Assassin's Creed: Brotherhood yang menampilkan
reruntuhan Colosseum di Roma, Italia, lengkap dengan ruang-ruang bawah
tanahnya.
Colosseum dalam game Assassins Creed: Brotherhood
"Kami
harus membuat Colosseum sesuai dengan keadaannya pada abad ke-15, tahun
1400-an, sementara gambar-gambar referensi yang tersedia hanya dari
tahun 2000-an," ungkap Richard. Kendati demikian, nyatanya di tengah
keterbatasan itu tim pengembang Ubisoft tetap berhasil memvisualisasikan
desain Colosseum yang megah.
Ketika itu, Richard antara lain
bertanggung jawab membuat setting dungeon atau ruang tahanan bawah tanah
di Colosseum yang juga dipakai sebagai arena kejar-kejaran menggunakan
kuda di dalam game. "Proses pembuatannya lama sekali, tapi ketika
dimainkan dalam game, lima menit saja level-nya sudah lewat, ha-ha-ha,"
ucap Richard.
Dalam proses pembuatan game, Ubisoft menerapkan
sistem milestone atau target pencapaian dalam kurun waktu tertentu. Jika
sudah dekat waktu deadline, Richard kerap lembur demi merampungkan
pekerjaan.
Tantangan dalam melakukan proses desain lingkungan
game itu pun selalu mengalami eskalasi dari judul ke judul. Menurut
Richard, ini karena Ubisoft selalu meminta rancangan yang lebih detail
untuk game berikutnya. "Pengerjaan dari Assassin's Creed II ke
Brotherhood lalu setelah itu ke Revelations, misalnya, selalu harus
disertai dengan peningkatan kualitas sehingga kami harus bekerja lebih
giat lagi."
Saat semuanya sudah selesai, dunia game kemudian
digabungkan dengan bagian-bagian lainnya, seperti karakter game hasil
rancangan character artist dan fashion designer yang juga dibuat
berdasarkan referensi faktual.
Hasil karya Richard bisa dilihat
di serangkaian judul game dalam seri populer ini, mulai dari Assassin's
Creed II, Assassin's Creed: Brotherhood, Assassin's Creed: Revelations,
hingga yang terbaru Assassin's Creed III, yang tersedia untuk platform
PC dan konsol game, seperti Xbox 360 dan PlayStation 3.
Quote:
Gerilya
Richard
mengaku menikmati bekerja di studio terbesar Ubisoft di Montreal.
"Suasananya cair, kekeluargaan. Semua karyawan, misalnya, makan siang
bersama tanpa memandang posisi atau jabatan."
Meski begitu, pria
yang mengaku suka main game untuk melihat-lihat desain lingkungannya dan
mencari inspirasi ini masih menyempatkan diri pulang ke Tanah Air
dengan memanfaatkan waktu senggang antarpembuatan judul game.
"Kebetulan,
sekarang lagi in-between, jadi bisa pulang ke rumah," ujar Richard
ketika ditemui KompasTekno di sela-sela gelaran Indocomtech 2012 di
Jakarta, November lalu. Saat itu, seri game terbaru yang turut ditangani
Richard, Assassin's Creed III, memang telah rampung dan baru dirilis ke
pasaran.
Soal industri game di Indonesia, Richard mengatakan
bahwa sebenarnya terdapat banyak talenta berbakat di Tanah Air. Hanya
saja, menurut Richard, di samping belum adanya investor besar yang
berani mendanai pembuatan game seperti Assassin's Creed, ada hal lain
yang sedikit mengganjal kemajuan dunia game Nusantara dalam
mengembangkan game berskala besar.
"Banyak yang bagus, tapi
kebanyakan dari mereka bergerak seperti pejuang gerilya zaman
kemerdekaan, yaitu terpisah-pisah antardaerah. Seandainya saja bisa
disatukan, tentu bisa kuat sekali," ujar Richard.
Bagaimana
dengan para rekan seprofesi yang memutuskan untuk mengadu nasib di
negeri orang, seperti Richard sendiri? Menurut dia, hal tersebut
berkaitan dengan besarnya penghargaan atas karya mereka yang bisa
diperoleh di luar negeri.
"Namanya juga memenuhi kebutuhan hidup.
Di Indonesia banyak talenta pembuat game berkualitas internasional,
tapi penghasilannya kurang. Seandainya keadaan itu berubah, pasti semua
yang bekerja di luar negeri akan pulang kampung dengan senang hati,"
tandasnya.
via KlikUnic http://klikunic.net/pembuat-game-assassins-creed-ternyata-orang-indonesia-sob/
10 Jul, 2013
-
Source: http://feedproxy.google.com/~r/Dawntweets/~3/M-d8jTmZyRc/pembuat-game-assassins-creed-ternyata.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar:
Plaas 'n opmerking