Bicara soal divestasi Newmont, masih menjadi pertanyaan tentunya bagi kita yang memang selama ini selalu memperhatikan masalah ini (termasuk saya). Ya bagaimana tidak? Sudah lama bukan wacana akan divestasi ini telah bergulir, namun apa hasilnya selain nihil? Lagi-lagi lebih banyak isu yang berkembang, yang sebenarnya malah cenderung mempolitisasi sesuatu.
Kita kilas balik dulu mungkin bagaimana proporsi divestasi Newmont ini berlangsung. Masalah ini dimulai ketika Newmont berkewajiban untuk melepaskan sahamnya. Hal ini sesuai dengan kontrak karya pertambangan pada tahun 1986, akhirnya Newmont Mining dan Sumitomo mempunyai kewajiban untuk melakukan divestasi sahamnya sebesar 51% kepada negara.
Lalu dari 51% saham itu kemana saja aliran saham terbagi-bagi? Sebanyak 20% sudah dilepas kepada PT Pukuafu Indah. Ada lagi 24% dijual kepada PT Multi Daerah Bersaing, konsorsium dari PT Multicapital dan PT Daerah Maju Bersaing, perusahaan daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, serta Kabupaten Sumbawa. Hingga bersisa 7% saham kewajiban divestasi Newmont. Bisa dikatakan, sisa inilah yang masih dimiliki oleh Newmont.
Pada tahun 2011 lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo memutuskan untuk membeli 7% saham tersebut dengan nilai USD 246,8 juta. Pembelian tersebut rencananya dilakukan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Pada perkembangannya pun, pemerintah akhirnya meneken SPA dengan PT Nusa Tenggara Partnership. Tapi itu tak langsung menggiring 7% saham itu jatuh ke tangan pemerintah. Apa alasannya?
Ternyata hal ini disebabkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang enggan memberikan surat persetujuan karena adanya persoalan hukum berupa gugatan dari pihak ketiga terhadap transaksi itu. Bukan hanya itu, Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Pemerintah Daerah (Pemda) Nusa Tenggara Barat juga tidak menyetujui transaksi tersebut. Akhirnya, masalah ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan 31 Juli 2012 lalu MK memutuskan pembelian itu harus melalui persetujuan DPR.
Setelah perpanjangan SPA pada 26 April 2013 lalu, belum ada lagi kabar terbaru soal divestasi ini. Perpanjangan itu sendiri berlaku hingga 26 Juli mendatang. Dahlan Iskan, selaku Menteri BUMN juga kabarnya masih terus mendorong beberapa BUMN seperti Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan Danareksa untuk menggalang dana. Setelah dana ada pun, semuanya masih harus memasuki gerbang DPR terlebih dahulu.
Dengan diangkatnya Chatib Basri sebagai Menkeu baru, tentunya masalah divestasi Newmont ini menjadi hal yang sangat krusial. Bagaimana tidak? Masalah ini sudah sangat berlarut-larut. Tak hanya itu, semuanya juga berujung pada pengeluaran serta pendapatan negara nantinya. Oleh karena itu, Chatib juga mesti pandai-pandai melobi DPR agar semua rencana dapat terealisasi. Di sisi lain, pihak Newmont sendiri sudah membuka pintunya untuk terealisasikannya divestasi ini.
Ujung-ujungnya semua di pemerintah. Kita nantikan saja.
sumber | iniunic.blogspot.com | http://kristintobing.blogdetik.com/2013/05/23/menkeu-baru-gimana-nasib-divestasi-newmont/?nd771104blog
total komentar :
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: 'You Say What You Like, Because They Like What You Say' - http://www.medialens.org/index.php/alerts/alert-archive/alerts-2013/731-you-say-what-you-like-because-they-like-what-you-say.html
eri K Purba 28 May, 2013
-
Source: http://iniunic.blogspot.com/2013/05/menkeu-baru-gimana-nasib-divestasi.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar:
Plaas 'n opmerking