Pada 2006, Ralph Lorenz, ilmuwan NASA menyelidiki kondisi cuaca di Saturnus dan kemudian membandingkannya dengan yang terjadi di Death Valley itu. Lorenz pun mengambil sampel Ontario Lacus, danau hidrokarbon yang luas di Titan, salah satu satelit Saturnus. Kemudian ia bandingkan dengan kondisi meteorologi Death Valley. Lorenz lalu membuat model percobaan menggunakan wadah Tupperware. Model itu untuk melihat bagaimana bebatuan Death Valley meluncur di permukaan danau.
"Saya mengambil batu kecil dan memasukkannya dalam Tupperware itu serta mengisinya dengan air. Sehingga ada satu inci air dengan sedikit batu mencuat," kata Lorenz.
Setelah meletakkan wadah di dalam kotak pendingin atau freezer di lemari es, terbentuklah batu kecil yang tertanam di dalam lapisan es. Batu yang terikat lapisan es tipis itu ia letakkan di atas lapisan pasir. Lalu Lorenz meniup batu dengan lembut, supaya bergerak di air. Ketika batu bergerak, maka tergoreslah jejak di lapisan pasir.
Tim peneliti Lorenz menghitung, dalam kondisi musim dingin di Death Valley, kadar air dan es bisa membuat batuan terapung di atas bagian berlumpur. Dan angin sepoi-sepoi dapat menggerakkan bebatuan itu hingga meninggalkan jejak di lumpur.
sumber | iniunic.blogspot.com | http://www.apakabardunia.com/2013/06/akhirnya-misteri-batu-bergerak-pun.html
total komentar :
KOTAK KOMENTAR
kabar silla 21 Jun, 2013
-
Source: http://iniunic.blogspot.com/2013/06/akhirnya-misteri-batu-bergerak-terkuak.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar:
Plaas 'n opmerking